Search This Blog

Jan 19, 2011

A wish (part 1)

 Selasa, 16 September 2005.
 
“Kepalaku sakit.. Rasanya seperti ada yang menghantamku. Oh ya, tadi ada bola sepak yang mengarah padaku. Ah, aku ingin segera bangun dari rasa sakit ini. Lagipula…Dimana ini?” Aku membuka kelopak mataku perlahan. Berat sekali kelopak mataku saat ini. Samar-samar terlihat wajah-wajah gelisah teman-temanku dan seorang guru kesehatan.
“Apa aku mati?” Kalimat itu langsung terlontar dari mulutku, dan tentu saja membuat seisi ruangan itu bernapas lega.
“Kau tidak mati bodoh!” Kata Anne sembari menjitakku lembut. Aku hanya menyengir lirih. Kulihat sekeliling, kasur yang seperti rumah sakit, sebuah cermin, dan lemari penuh obat-obatan. Aku berada di UKS. Kulihat jam di dinding yang menunjukkan pukul 16.30. Astaga! Lama sekali aku pingsan tadi, tidak heran jika mereka sampai begitu gelisah melihat keadaanku. Aku buru-buru pulang hingga tak menyadari baru saja ada sesuatu yang bergerak dalam kantung rok sekolahku.
****
“BRAK!!!” kubanting pintu kamar dengan kasar. Kulemparkan tas sekolahku asal, lalu aku menjatuhkan diriku ke atas tempat paling nyaman seumur hidup. Kasur. Kubenamkan wajahku di antara bantal-bantal lembut berwarna-warni itu. Aku kesal, lagi-lagi gagal mendapat perhatian Audric. Dia adalah cowok yang kusukai. Tapi selama ini dia tidak mengajakku berbicara, menyapaku pun tidak! Sombong sekali dia! Apakah karena dia anak pintar yang tidak pernah lepas dari ranking 5 besar? Huh, tidak perlu sesombong itu kan?
Aku merogoh kantung rokku, mengambil handphone untuk menanyakan PR hari ini. Tapi aku merasakan ada sebuah benda asing di dalam sana. Aku mengernyitkan dahi. Apa ini? Berbentuk bulat dan halus… Kapan aku memasukkan benda ini?
Ku tarik tanganku keluar kantung. Benar saja, sebuah benda bulat seukuran biji salak berwarna pink muda tergeletak di atas telapak tanganku. Aku berusaha menghirup aromanya, namun tidak ada bau sama sekali. Iseng, aku masukkan benda itu ke mulutku.”WEEEKH!!!!” Sial sekali aku, benda itu rasanya pahit L
Kulihat sekali lagi benda asing itu. Hey! Ada sebuah sulur kecil di bawah benda ini. Apakah ini sebuah bibit tanaman? Entah apa yang ada di pikiranku, namun ia telah menggerakkan tubuhku ke kebun belakang milik mama, mengambil sebuah sekop kecil dan sebuah tong air mini berwarna merah. Aku menoleh ke kiri dan kanan, mencari lahan kecil yang bisa ditanam. Ya, aku akan tanam bibit misterius itu.
“Aha!” Aku langsung gembira ketika melihat tanah yang masih kosong yang berukuran sekitar 30cmx30cm. Segera kugali tanah itu. A.. aku tidak tahu kenapa aku melakukan ini, tapi batinku terus berkata, “gali!”...
****
Audric sedang berjalan ke arah kantin bersama dua temannya. Ia begitu sibuk dengan pembicaraan mereka bertiga, sehingga tidak melirikku lagi. Audric... seperti biasa, bersikap kalem namun pembawaannya cool, menyunggingkan segaris senyum yang menurutku indahnya sama dengan pelangi. Aku senang melihatnya, memandangnya berbicara, dan melamun dalam senyumku ketika “pelangi” itu datang tanpa disertai hujan...
“Sampai kapan kau mau melamun seperti itu?” Teguran Anne memecah lamunanku.
“Apa sih yang kau bicarakan?” Aku berusaha mengelak bahwa tadi aku melamun memandangi Audric.
“Tidak usah bohong, aku tahu kamu, Clar”
“Haaaah... oke, kalau begitu kamu tahu aku melamuni siapa tadi”
“Hahaha, masih memikirkan Audric?”
“Menurutmu?”
Anne tidak menjawab pertanyaan bodohku itu. Dia menggantinya dengan sebuah senyum lebar di bibirnya, sangat cantik untuk ukuran cewek tomboy sepeti dia. Anne adalah temanku dari tahun lalu, ketika kami duduk di kelas 1 SMA. Sekarang kami berada pada satu kelas yang sama.
“Yeah, Ann.. Aku sudah mencoba untuk dekat dengan Audric. Dari mulai chatting sampai menyapanya, namun aku tidak pernah berani untuk lebih jauh! Aku tidak punya keberanian sama sekali untuk melakukan hal itu”.
“Kau sudah cukup berani untuk berbicara padanya lewat dunia maya, kenapa tidak bisa di dunia nyata? Ayolah Clar, kau jadi begini karena dia. Dan keadaan seperti ini tidak baik untuk kesehatan”. Pernyataan Anne barusan membuat kami berdua tertawa terbahak-bahak.
****


Continue to part 2 :)

No comments:

Post a Comment