Search This Blog

Jan 19, 2011

A wish (part 2)

Senin, 24 Desember 2005.

Natal tahun ini akhirnya datang juga. Aku merayakan malam natal itu di rumah Yukari, teman sekelasku dan Anne. Rumah Yukari sangat besar, ia bahkan mengundang teman-teman seangkatan untuk sebuah pesta natal yang meriah, hal yang paling indah adalah, Audric datang. Hari ini aku memakai gaun terusan warna merah yang di ujungnya terdapat bulu-bulu putih, dengan rambut hitam bergelombang yang tergerai, aku berusaha tampil sangat cantik malam ini. Semua pusat perhatian tertuju padaku. Teman-temanku yang tidak percaya dengan penampilanku malam itu selalu bertanya, 

“hei Clar, mimpi apa aku semalam sampai kau cantik sekali malam ini”.

Aku menghiraukan semua pujian mereka. Aku tidak membutuhkan itu, melainkan perhatian Audric. Tapi sekali lagi, ia tidak mengucapkan apapun kepadaku, well setidaknya dia hari ini sempat melihatku, mata kami bertemu. Tapi dengan bodohnya aku memalingkan wajahku karena malu.
****
Aku melirik jam di pergelangan tanganku. Sudah pukul 00.30, Anne masih asyik berbincang dengan seorang laki-laki ramah yang baru saja dikenalnya di pesta ini. Aku? Dari satu jam yang lalu aku hanya duduk di kursi pinggir taman ini, menghirup udara tengah malam. Tiba-tiba aku mendengar sebuah suara minta tolong dari bawah kakiku.

“Heeey! Clarissa, tolong aku!” Suara yang semakin jelas itu membuatku menunduk ke bawah. Benar saja, ada sebuah sosok seperti boneka dengan warna hijau muda yang tidak sengaja kuinjak. Aku cepat-cepat mengangkat kakiku, terkejut karena sebuah benda asing mengajakku bicara. Bahkan ia tahu namaku!
“Fuuh, Clarissa, terima kasih untuk melepaskan kakimu dari tubuhku tadi. Oh iya, namaku Bubble. Aku adalah peri bibit yang kau tanam beberapa waktu lalu, dan hari ini tepat 100 hari tanaman itu tumbuh, sehingga aku hidup. Sekarang sebagai ucapan terimakasih, aku akan mengabulkan satu permintaanmu”.

Aku masih melongo, berusaha mencerna setiap kata yang peri-bibit katakan. Aku mengernyitkan dahi.

“Aku pasti bermimpi”, Aku jawab sambil memijat-mijat pelipisku.
“Oh no no, kau tidak bermimpi Clarissa, sekarang kau benar-benar ada di pesta natal teman~”
“AKU PASTI BERMIMPI!!!” Aku cubit tanganku dengan gemas sampai aku menjerit kesakitan sendiri. Semua orang menatapku dengan heran. Aku malu bukan main, segera saja aku membawa Bubble ke tempat yang lebih sepi.

“Oke sekarang katakan, siapa kau?”
“Bubble, peri bibit”
“Apa maumu menemuiku seperti ini?”
“Aku hanya ingin berterimakasih karena kau sudah menanamku 100 hari yang lalu, sehingga aku hidup. Dan sekarang aku ingin kau menyebutkan permintaanmu yang akan aku kabulkan”

Setelah diam sejenak, akhirnya aku menerima keberadaan Bubble dengan satu hadiahnya yang diberikan padaku. Lalu aku menceritakan tentang Audric.

“Kau benar-benar bisa mengabulkan permintaanku?” Tanyaku masih tidak percaya.
“Yep. Apapun”
“Baiklah, ada seorang cowok bernama Audric, dia sangat tampan, tidak pernah lepas dari peringkat 5 besar di kelas, sangat amat perhatian dan ramah. Namun dia tak pernah berbicara padaku, bahkan menyapaku pun tidak. Sekarang aku ingin kau membuat dia agar suka padaku.”
“Oh Clarissa, sungguh baik engkau dengan segala kelebihanmu, tapi aku tidak bisa.”
“Apa kau bilang? Tadi kau bilang kau bisa mengabulkan satu permintaanku, tapi sekarang kau tidak bisa. Apa maksudnya ini? Apa kau hanya bercanda?”
“Bukan begitu Clarissa. Aku tidak bisa mengabulkan permintaanmu itu bukan karena aku hanya bercanda, tapi aku tidak bisa bermain dengan hati seseorang…”

Aku terhenyak. Kata-kata Bubble barusan sangat menusukku. Memang benar apa yang dikatakannya, tapi harapanku satu-satunya seperti sirna begitu saja.

“Begitu? Aku hanya punya satu permintaan itu. Kalau kau memang tidak bisa mengabulkannya lebih baik kau segera pergi saja dari hadapanku dan tidak usah kembali lagi!” Jawabku dengan kesal.
“ah uh… hmm baiknya gimana ya?... A, aku sebenarnya tidak berani melakukan ini tapi… baiklah Clar, aku akan kabulkan permintaanmu” Bubble akhirnya mengalah dengan berat hati.
“Tapi ingat, aku akan buat ini sebagai permintaan sementara, tapi jika permintaan ini berlanjut sampai kau dan Audric berciuman, permintaanmu akan menjadi seperti keinginanmu selamanya. Apa kau mengerti?”
“Yep!”
“Baiklah, berhati-hatilah.. Clarissa” Bubble mengakhiri negosiasinya dengan mengeluarkan sebuah tongkat yang ujungnya terdapat sebuah batu berbentuk daun. Setelah ia mengucapkan sesuatu yang tidak aku mengerti, sebuah cahaya keluar dari ujung daun tersebut dan terbang kearah Audric. Hanya sekejap saja, lalu cahaya itu memudar, lalu hilang.

Suasana hening seperti tidak terjadi apa-apa.

“Hanya ini?” Tanyaku tidak sabar
“Tunggulah, sikapnya padamu akan segera berubah” Balas Bubble. 

Tiba-tiba sebuah suara yang nge-bass dan halus yang sangat kukenal memanggil namaku dari belakang…

“Clarissa!”, Aku menoleh ke belakang setengah tidak percaya apa yang kudengar.
“A..Audric?”
“Daritadi aku mencarimu kemana-mana, mau ikut ke tengah lapangan bersamaku?”. Aku diam sejenak, benar-benar memproses setiap kata yang diucapkan Audric, orang yang sangat aku sayangi.
“Ya!”. Aku benar-benar tidak percaya. Sihir itu benar-benar ada! Dan yang lebih penting lagi, Audric sedang menggandeng tanganku ke tengah pesta untuk mengajakku berdansa!
****
Sejak malam natal itu, aku dekat dengan Audric. Ia selalu datang ke kelasku hanya untuk makan bersama, atau bahkan bertanya tentang keadaanku! Ah, aku merasa seperti putri saat ini. Anne turut senang dengan keadaanku kini, namun ia heran. Kenapa bisa tiba-tiba sikap Audric berubah?

Tetapi, lama-kelamaan sikap Audric terlihat lebih serius daripada biasanya. Dia jauh lebih perhatian padaku, tapi seperti bukan Audric yang biasanya. Aku agak risih dengan keadaan ini, namun aku segera mengenyahkan pikiran aneh itu.
****
Sudah seminggu sejak Bubble mengubah seorang Audric yang dingin, tidak pernah menyapaku, bahkan melirikku, menjadi seorang Audric yang sangat akrab denganku. Siang ini aku pulang bersamanya. Berbincang dengan seru bahkan membuatku sakit perut karena tertawa terlalu keras mendengar ocehannya. Aku belum pernah melihatnya se-rileks ini. Aku belum pernah melihat dia terlihat gila dengan ocehannya, aku biasa melihat dia kalem. Aku tidak kenal dengan Audric yang ini.

Ini bukan Audric! Audric yang kukenal adalah seorang cowok penuh perhatian, kalem, cool, dan yang tidak pernah menyapaku. Aku terpaku menatapnya untuk beberapa saat sebelum dia memelukku erat. Memikirkan sebuah keputusan, karena sekarang ia mendekatkan wajahnya padaku. Aku bahkan dapat melihat garis-garis bekas senyum pada kedua sisi bibirnya. Ia mulai memejamkan kedua matanya. Aku pun menatapnya lembut.

Bukan ini yang kuinginkan.

“Lepaskan aku Dric”. Aku mendorong bahunya lembut.
“Apa maksudmu? Bukankah kita~”
“Tidak. Aku lebih terbiasa melihat kau tak pernah menyapaku, melirikku, bahkan menganggapku tidak ada di dunia ini”
“Clarissa aku tidak mengerti maksudmu… Apa yang salah denganku?”
“Kau tidak salah Audric, aku yang salah telah mempermainkan hatimu seenaknya. Sekarang ini semua akan berakhir. Maafkan aku”. Sebutir air mata jatuh dan mengalir di pipiku.
“Bubble, batalkan permintaanku seminggu yang lalu, kini aku mengerti apa maksudmu tidak ingin mengabulkan permintaanku waktu itu.” pintaku pelan dengan segaris senyum masih tergambar jelas di wajahku. Menatap lirih Audric yang masih terheran-heran dengan sikapku sekarang ini. Biarlah, mungkin sekarang Audric akan berpikir bahwa aku gila? Lalu ia akan enggan mengajakku berbicara lagi, dan keadaan akan kembali seperti semula, meninggalkanku.

Seberkas cahaya yang sama seperti minggu lalu keluar dari balik semak-semak dan mengarah ke dada Audric. Aku memalingkan wajahku, berusaha untuk tidak melihat hal itu, berusaha untuk tidak merasakan sakit menerima kenyataan bahwa sebentar lagi Audric akan kembali seperti semula.

Hey, it’s not that bad, Clar… kau pasti bisa menerima itu. Bukankah sebelum Bubble datang, Audric memang tidak pernah melirikmu? Batinku terus berkonflik sampai cahaya tadi memudar, lalu hilang.

“H..hai Audric” Sapaku, berusaha sebisa mungkin tidak terlihat gugup.
“Oh hai Clarissa, sudah berapa lama kita ada disini?” Jawab Audric sambil menatap keliling.
“Tidak terlalu lama kok, haha”. Aku tambahkan sebuah tawa lirih sambil beranjak pergi. Tapi tiba-tiba Audric menahan lenganku.
“A.. apa yang terjadi? Aku tidak mengatakan hal yang aneh kepadamu kan?” Tanya Audric sekali lagi. Mukanya kini memerah.
“Yang aneh? Seperti apa?”

Audric tampak ragu untuk menjawab. Namun akhirnya sebuah jawaban yang mengejutkan keluar dari mulutnya.

           “A..Aku sayang kamu Clarissa. Tapi selama ini aku hanya diam saja. Aku kira kau tak akan memilikki perasaan yang sama denganku. Selama ini aku tidak pernah menyapamu, aku tidak punya keberanian untuk itu. Jadi sekarang, aku ingin kau menjawab dengan jujur. Apa kau mau jadi pacarku?”

Aku tersenyum.


The End.
hello! I always happy when you visit me here. and luckily today you have something to read hehehe (biasanya engga penting soalnya ahaha)
ide cerpen ini masih fresh banget, dan mohon jangan dicopy sembarangan yaaa :'')
is it true story?  noooo! ini bukan cerita yang gue maksud di post "loving best friend" kok :P
doain gue bisa publish lebih banyak cerpen/novel lagi deh yaaa dengan ide yang lebih oke hehe.
love,

No comments:

Post a Comment